Mendidik Diri
Jadi Indonesia : Memanusiakan Lian di Depan Kita
(Dwi Jayanti 3401414036)
Pendidikan Sosiologi dan
Antropologi 2014, FIS
Universitas Negeri Semarang
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, kita
diwajibkan untuk berbuat kebaikanterhadap sesama seperti saling menghargai,
saling tolong menolong dan saling membantu satu sama lain. Hal ini bertujuan
untuk menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan-Nya agar kelak bisa menikmati
kehidupan yang baik di akhirat. Selain itu, kita sebagai makhluk sosial (secara
tidak langsung) juga diwajibkan untuk
saling tolong menolong, karena kita membutuhkan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Maka dari itu
ada saja hal yang dirasakan ketika kita sudah berbuat kebaikan, ini sudah menjadi hukum alam, dimana kita menanam suatu kebaikan suatu saat nanti kita akan memanen kebaikan tersebut.
ada saja hal yang dirasakan ketika kita sudah berbuat kebaikan, ini sudah menjadi hukum alam, dimana kita menanam suatu kebaikan suatu saat nanti kita akan memanen kebaikan tersebut.
Ketidak
Sengajaan di Pagi Hari
Pagi
itu, 5 November 2015 saya sedang bersiap-siap untuk berangkat kuliah pukul
07.00. Waktu itu saya sedang terburu-buru karena jam sudah menunjukkan pukul
06.55, dan saya berniat untuk membawa bekal ketika kuliah nanti. Di ruang tamu
ada 2 teman saya yang sedang mengerjakan tugas Teori Sosiologi Klasik, dari
kamar sambil membawa tempat nasi beserta nasinya, saya keluar menuju ruang tamu
untuk mengambil lauk, lalu kembali menuju kamar sambil berjalan setengah lari,
tiba-tiba ada seorang ibu yang berusia sekitar 50 tahun mengetuk pintu dan
mengucapkan salam, karena memang pintunya sedikit terbuka dan secara spontan
saya menjawab salam tersebut. Saya merasa bingung karena saya tidak mengenal
ibu tersebut.Lalu ibu itu berbicara
Ibu : “Mbak, tolongin saya. Saya mau pulang
tapi kehabisan uang.”
Dije : “Emang ibu pulangnya mana ?”
Ibu : “Saya pulangnya Ambarawa mbak.”
Secara
spontan saya langsung mengambil uang untuk diberikan kepada ibu tersebut,
jumlahnya memang tidak seberapa tapi saya melihat dari raut wajahnya, ibu itu
merasa senang. Lalu dengan nafas terengah-engah, ibu itu meminta segelas air
es, saya sangat merasa
kasihanlalu saya langsung mengambil air es di kulkas untuk kemudian diberikan
ke ibu tersebut. Tidak banyak yang kami bicarakan, karena saya memang sedang terburu-buru.
Ibu itu tampak senang, dan mengucapkan “terimakasih
banyak”, katanya saya orang yang berjiwa sosial tinggi , tidak seperti
teman-teman lain yang berada di ruang tamu. Ibu tersebut juga menambahkan
beberapa kalimat harapan yang dilontarkan kepada saya, katanya “semoga cepat lulus kuliah, dan semoga
kebaikan ini dibalas oleh Allah swt.” Sambil memakai sepatu saya hanya bisa
mengamini sambil tersenyum simpul.
MenurutJohnson,
(1986:183)“solidaritas mekanik didasarkan pada suatu kesadaran kolektif bersama yang menunjuk pada totalitas kepercayaan
dan sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama itu.
Suatu solidaritas yang tergantung pada individu-individu yang memiliki
sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola normatif yang sama
pula.” Dalam kasus ini, kesadaran
kolektif terjadi pada masyarakat desa dimana mereka mempunyai kepercayaan dan
pola normatif yang sama. Jika salah satu dari tetangga mereka mengalami
kesusahan, atas kesadaran kolektif tetangga tersebut langsung dibantu oleh
warga atau tetangga di sekitarnya. Saya hidup di daerah pedesaan, dimana rasa
kekeluargaan dan kesadaran kolektif masih dapat dirasakan. Dalam kasus ini atas
dasar kesadaran kolektif, saya merasa kasihan terhadap ibu tersebut, selain merasa
kasihan saya juga teringat dengan keluarga saya dirumah dimana mereka hidup
dalam rasa kekeluargaan yang masih erat dan saya pun terbiasa dengan hal
tersebut, jadi ketika ibu itu datang untuk meminta tolong saya langsung
menolongnya.
Saya
sempat diberitahukan oleh teman saya, bahwa saya harus hati-hati. Bisa saja ibu
tersebut hanya berpura-pura dan masuk dari pintu satu ke pintu yang lain. Tapi
ketika ibu itu meminta tolong, sempat terlintas di pikiran saya yaitu pesan dari orang terkasih
bahwa “kamu banyaklah sedekah”, saya
melakukan itu niatnya sedekah. Kalau memang apa yang dibicarakan teman saya itu
benar berarti uang itu bukan rezeki saya. Walaupun hati saya tidak tenang
karena kepikiran dengan apa yang diomongkan teman saya, tapi ya sudahlah semua
itu sudah ada yang mengatur dan saya melakukan hal tersebut secara sadar dan
spontan karena saya merasa kasihan, waktu itu yang ada di pikiran saya hanyalah
kelurga saya. Apabila mereka bepergian dan di tengah perjalanan mengalami hal
tersebut, apa yang akan mereka lakukan. Kasihan sekali jika tidak ada yang
menolong mereka. Maka dari itu, saya secara sadar dan ikhlas menolong ibu
tersebut.
Mid Semester
Bahasa Indonesia
Senin,
2 November 2015. Ketika saya sedang mengikuti perkuliahan Bahasa Indonesia di
A3-206 pukul 13.00 dengan dosen pengampu Bapak Diyamon Prasandha, agenda
perkuliahan hari itu yaitu mid semester, dengan mengerjakan soal yang sangat simple, hanya disuruh menulis sebuah
surat untuk orang tua masing-masing di kertas folio. Sebelum mengerjakan,
terlebih dahulu ditayangkan sebuah video tentang pengorbanan ayah dan ibu, agar
kesan menulis surat lebih greget.
Banyak teman-teman yang menulis sambil menangis, karena sedih, teringat orang
tua yang jauh disana. Salah satu mahasiswa dari FIK berbicara, katanya “badan memang kekar, atletis, tapi kalau
masalah orang tua hati langsung jadi hello kitty”. Sambil mengerjakan, banyak
gurauan serta canda yang terlontar dari beberapa mahasiswa. Tiba-tiba, teman di
sebelah saya yang bernama Raisa jurusan KTP, bertanya
Raisa : “Mbak bawa pulpen berapa ?”
Dwi : “Oh ada ini, mau pinjam?”
Raisa : “Iya mbak, pinjam ya ? (sambil tersenyum)
Dwi : “Iya nggak apa-apa, pakai aja mbak.”
(sambil membalas senyumnya)
Baru
sekitar 10 menit dan pengerjaan soalpun belum selesai, tiba-tiba Raisa
memanggil saya kembali dan berkata “ini mbak pulpennya, terimakasih ya.” Dan
ternyata pulpen tersebut ngadat(tidak
lancar untuk menulis), pantas saja belum selesai mengerjakan sudah
dikembalikan.
Menurut
Ritzer, (2012:216)“tindakan rasionalitas nilai atau tindakan yang “ditentukan
oleh kepercayaan yang sadar akan nilai tersendiri suatu bentuk perilaku yang
etis, estetis, religius atau bentuk lainnya, terlepas dari prospek-prospek keberhasilannya.” Dalam kasus ini, tindakan sosial
ditentukan oleh kepercayaan yang sadar tetapi mengesampingkan hasil dari tindakan tersebut. Saya berniat ingin membantu
teman saya yang sedang membutuhkan pulpen, tapi apa daya pulpennya saja yang
tidak mendukung. Bukannya menolong saya, justru mempermalukan saya.
Latihan Masak
Jumat,
20 November 2015 sekitar pukul 07.00. Saya sedang berada di rumah dan ketika
itu saya sedang bersiap-siap untuk pergi ke warung dan hendak membeli tempe,
tomat dan bayam. Saya membeli bayam seharga 2000, tempe 5000 dapat 3, dan tomat
seharga 1000. Setelah itu saya pulang ke rumah dan hendak memasak sayur bayam,
tempe goreng, sambal tomat dan tempe balado. Waktu itu, di rumah hanya ada saya
dan adik saya jadi hanya memasak sedikit. Namanya saja baru latihan, masalah
rasa ya begitulah tetapi setidaknya mampu mengganjal rasa lapar saya dan adik
saya.
Menurut Johnson (1986:221) “ Tindakan afektif
ditandai oleh dominasi perasaan atau
emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar.” Seseorang
yang sedang mengalami perasaan meluap-luap seperti cinta, kemarahan, ketakutan
atau kegembiraan dan secara spontan mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi,
berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif. Tindakan itu benar-benar tidak
rasional karena kurangnya pertimbangan logis, ideologi atau kriteria
rasionalitas lainnya.Menurut saya kasus
ini termasuk dalam tindakan afektif, karena saya melakukan hal ini tidak seperti
biasanya, bisa dikatakan tumben
sekali. Tidak rasional bagi mereka yang melihat apa yang saya lakukan. Jadi
keadaan yang memaksa saya seperti ini bukan sebuah kesadaran.
Anak Kecil itu
Bernama Fathan
Minggu,
22 November 2015. Saya mempunyai keponakan yang sangat lucu, dia bernama Fathan
dan berusia 1,5 tahun. Hari itu saya mendatangi rumahnya karena memang jarak
rumah kami yang berdekatan. Ibunya sedang sibuk memasak karena ada beberapa
orang yang sedang bekerja membuat pondasi di samping rumahnya. Tidak banyak
yang saya lakukan bersama Fathan, saya hanya mendorong dia ketika bermain
sepeda, tertawa bersama, saya juga memandikan dia sambil tertawa cekikikan,
lalu menggendong dia dan menyuapinya. Saya sangat suka pada anak kecil. Setelah
Fathan rapi dan wangi lalu saya bawa dia ke rumah saya, saya foto dia dan
ternyata dia sudah bisa bergaya di depan kamera, entah siapa yang mengajarinya.
Banyak perkembangan yang terjadi menginjak usianya yang sekarang, dia sudah bisa memanggil ibunya, bapaknya,
neneknya, dan orang di sekitarnya yang dekat dengan dia. Fathan juga bisa
menirukan suara cicak, tekek, bahkan juga bisa menirukan kebiasaan-kebiasaan
orang di sekitarnya.
Setengah
hari kami bersama dan akhirnya ibunya menelepon saya bahwa Fathan harus dibawa
ke rumah karena ibunya sudah selesai memasak. Saya menggendong Fathan menuju ke
rumahnya karena kalau saya ajak jalan pasti sampainya sangat lama. Ketika tiba
di rumahnya, saya langsung disuruh makan.
MenurutJohnson
(1986:182) “kekuatan integrasi lebih tinggi merupakan contoh solidaritas
mekanik.”Dalam kasus ini,
integrasi yang terjadi sangat kuat dibuktikan ketika saya sudah selesai bermain
dengan Fathan, ibunya langsung mengajak
saya untuk makan bersama.Selain itu, karena solidaritas yang
sudah terbentuk maka terdapat kepercayaan untuk saling tolong menolong, seperti
menjaga anak kecil.
Aksi yang Mampu
Menyelamatkan Banyak Nyawa
Selasa,
1 Desember 2015 sekitar pukul 09.00. Saya bersama beberapa teman saya berjalan
menuju kampus FE (C3) karena disana terdapat bendera PMI yang berkibar artinya
di tempat tersebut sedang diadakan kegiatan mengenai PMI yaitu donor darah.
Ketika saya sampai di C3 ternyata tempat untuk donor darah sedang di tata, dan
kami pun menunggu sebentar. Tiba-tiba ada seorang mahasiswi yang bertanya
kepada saya.
X : “Mbak mau donor ?”
Dwi : “Iya.”
X : “Emang ada 45 kg ??”
Dwi : “ Emang badan saya kelihatan kecil ya?” (sambil
melihat badan sendiri). “Mbak juga mau donor ?”
X : “Iya,
mau donor.”
Hayin : “Emang situ ada
45 kg ??”
(sambil tertawa)
X : “Nggak tahu, tapi belum sarapan si.”
(langsung pergi)
Kalau
boleh jujur badan dia lebih kecil dari saya, Hayin dan Ifa pun mengakui itu.
Sepertinya dia sangat malu dan langsung pergi begitu saja. Setelah tempatnya selesai
ditata, kami pun berjejer menunggu giliran. Kebetulan Hayin mendapat giliran
pertama, tapi sayang dia tidak bisa donor darah karena Hb-nya tidak mendukung.
Setelah menunggu beberapa giliran, saya pun mendapat giliran untuk di cek darah
terlebih dahulu. Beberapa pertanyaan sempat ditanyakan oleh pegawai PMI seperti
kapan terakhir menstruasi, dalam waktu terdekat ini sedang minum obat/jamu atau
tidak, kapan donor terakhir. Lalu HB saya di cek, tekanan darah saya normal dan
akhirnya saya bisa donor darah.
Menurut
http://manfaat.co.idbanyak
manfaat dari donor darah baik bagi penerima ataupun pendonor. Adapun manfaat
donor darah bagi pendonor yaitu sebagai bentuk kepedulian antar umat manusia,
dapat membantu menurunkan berat badan, membantu membakar kalori, deteksi dini
resiko kesehatan, melindungi jantung, mencegah stroke, mencegah resiko
kesehatan, mengatur kontrol kesehatan, memperbaharui sel darah baru, mengurangi
kelebihan zat besi, meningkatkan sel darah merah, meningkatkan kapasitas
paru-paru dan ginjal, meningkatkan kesehatan psikologis, membantu sirkulasi
darah, memaksimalkan darah dalam paru-paru, menurunkan zat seng dalam darah,
mencegah penyakit langka, menghilangkan kaku di pundak, mengetahui tipe darah. Dalam kasus ini, manfaat dari donor darah sudah saya
rasakan sendiri secara langsung seperti mengetahui tipe darah, melalui aksi
donor darah saya menjadi tahu golongan darah saya. Selain itu kegiatan donor
darah mampu meningkatkan kesehatan psikologis, saya merasakan hal itu ketika
jarum di lengan saya sudah dicabut, saya merasakan kepuasan tersendiri, setelah
selesai donor darah langsung istirahat dan tidur, ketika bangun tidur badan
terasa lebih segar dan terasa ringan.
Referensi
:
Ritzer,
George. 2012. Teori Sosiologi : Dari
Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Paul Johnson,
Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan
Modern. Jakarta: Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar